Sabtu, 06 Maret 2010

ReviewReviewReviewReviewDefinisi Cinta
ReviewReviewReviewReviewDefinisi Cinta

Other

Imam Ibnu Qayyim mengatakan, "Tidak
ada batasan cinta yang lebih jelas
daripada kata cinta itu sendiri;
membatasinya justru hanya akan menambah
kabur dan kering maknanya. Maka ba-
tasan dan penjelasan cinta tersebut
tidak bisa dilukiskan hakikatnya
secara jelas, kecuali dengan kata
cinta itu sendiri.

Kebanyakan orang hanya memberikan penjelasan dalam hal sebab-musabab, konsekuensi, tanda-tanda, penguat-penguat dan buah dari cinta serta hukum-hukumnya. Maka batasan dan gambaran cinta yang mereka berikan berputar pada enam hal di atas walaupun masing-masing berbeda dalam pendefinisiannya, tergantung kepada pengetahuan,kedudukan, keadaan dan penguasaannya terhadap masalah ini.
(Madarijus-Salikin 3/11)


Beberapa definisi cinta:

• Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang
dicintai).
• Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya.
• Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia
daripada diri dan harta sendiri, seia sekata dengannya baik dengan
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, kemudian merasa
bahwa kecintaan tersebut masih kurang.
• Mengembaranya hati karena mencari yang dicintai sementara lisan
senantiasa menyebut-nyebut namanya.
• Menyibukkan diri untuk mengenang yang dicintainya dan
menghinakan diri kepadanya.


PEMBAGIAN CINTA
• Cinta ibadah Ialah kecintaan yang menyebabkan timbulnya perasaan
hina kepadaNya dan mengagungkanNya serta bersemangatnya hati
untuk menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala
larangaNya.

Cinta yang demikian merupakan pokok keimanan dan
tauhid yang pelakunya akan mendapatkan keutamaan-keutamaan
yang tidak terhingga. Jika ini semua diberikan kepada selain Allah
maka dia terjerumus ke dalam cinta yang bermakna syirik, yaitu
menyekutukan Allah dalam hal cinta.

• Cinta karena Allah seperti mencintai sesuatu yang dicintai Allah, baik
berupa tempat tertentu, waktu tertentu, orang tertentu, amal
perbuatan, ucapan dan yang semisalnya.

Cinta yang demikian termasuk cinta dalam rangka mencintai Allah.

• Cinta yang sesuai dengan tabi'at (manusiawi), yang termasuk ke
dalam cintai jenis ini ialah:
- Kasih-sayang, seperti kasih-sayangnya orang tua kepada anaknya
dan sayangnya orang kepada fakir miskin atau orang sakit.
- Cinta yang bermakna segan dan hormat, namun tidak termasuk
dalam jenis ibadah, seperti kecintaan seorang anak kepada orang
tuanya, murid kepada pengajarnya atau syaikhnya, dan yang
semisalnya.
- Kecintaan (kesenangan) manusia kepada kebutuhan sehari-hari
yang akan membahayakan dirinya kalau tidak dipenuhi, seperti
kesenangannya kepada makanan, minuman, nikah, pakaian,
persaudaraan serta persahabatan dan yang semisalnya.

Cinta-cinta yang demikian termasuk dalam kategori cinta yang
manusiawi yang diperbolehkan. Jika kecintaanya tersebut
membantunya untuk mencintai dan mentaati Allah maka kecintaan
tersebut termasuk ketaatan kepada Allah, demikian pula sebaliknya.


KEUTAMAAN MENCINTAI ALLAH
• Merupakan Pokok dan inti tauhid Berkata Syaikh Abdurrahman bin
Nashir Al-Sa'dy, "Pokok tauhid dan intisarinya ialah ikhlas dan cinta
kepada Allah semata. Dan itu merupakan pokok dalam peng-ilah-an
dan penyembahan bahkan merupakan hakikat ibadah yang tidak
akan sempurna tauhid seseorang kecuali dengan menyempurnakan
kecintaan kepada Rabb-nya dan menyerahkan seluruh unsur-unsur
kecintaan kepada-Nya sehingga ia berhukum hanya kepada Allah
dengan menjadikan kecintaan kepada hamba mengikuti kecintaan
kepada Allah yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan
kebahagiaan dan ketenteraman. (Al-Qaulus Sadid,hal 110)

• Merupakan kebutuhan yang sangat besar melebihi makan, minum,
nikah dan sebagainya, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata:
"Didalam hati manusia ada rasa cinta terhadap sesuatu yang ia
sembah dan ia ibadahi ,ini merupakan tonggak untuk tegak dan
kokohnya hati seseorang serta baiknya jiwa mereka. Sebagaimana
pula mereka juga memiliki rasa cinta terhadap apa yang ia makan,
minum, menikah dan lain-lain yang dengan semua ini kehidupan
menjadi baik dan lengkap.Dan kebutuhan manusia kepada
penuhanan lebih besar daripada kebutuhan akan makan, karena jika
manusia tidak makan maka hanya akan merusak jasmaninya, tetapi
jika tidak mentuhankan sesuatu maka akan merusak jiwa/ruhnya.
(Jami' Ar-Rasail Ibnu Taymiyah 2/230)

• Sebagai hiburan ketika tertimpa musibah Berkata Ibn Qayyim, "SesungguhNya orang yang mencintai sesuatu akan mendapatkan lezatnya cinta manakala yang ia cintai itu bisa membuat lupa dari musibah yang menimpanya. Ia tidak merasa bahwa itu semua adalah musibah, walau kebanyakan orang merasakannya sebagai musibah. Bahkan semakin menguatlah kecintaan itu sehingga ia semakin menikmati dan meresapi musibah yang ditimpakan oleh Dzat yang ia
cintai. (Madarijus-Salikin 3/38).

• Menghalangi dari perbuatan maksiat.
Berkata Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah): "Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar
sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat kepada-Nya, tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.

Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah.Dan ada
perbedaan antara orang yang tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat karena mencintainya.

Sampai pada ucapan beliau, "Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati
dan raganya. Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya. (Thariqul Hijratain, hal 449-450)


• Cinta kepada Allah akan menghilangkan perasaan was-was.
Berkata Ibnu Qayyim, "Antara cinta dan perasaan was-was terdapat perbedaan dan pertentangan yang besar sebagaimana perbedaan antara ingat dan lalai, maka cinta yang menghujam di hati akan menghilangkan keragu-raguan terhadap yang dicintainya. Dan orang yang tulus cintanya dia akan terbebas dari perasaan was-was karena
hatinya tersibukkan dengan kehadiran Dzat yang dicintainya tersebut. Dan tidaklah muncul perasaan was-was kecuali terhadap orang yang lalai dan berpaling dari dzikir kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan tidaklah mungkin cinta kepada Allah bersatu dengan sikap was-was. (Madarijus-Salikin 3/38)


• Merupakan kesempurnaan nikmat dan puncak kesenangan.
Berkata Ibn Qayyim, "Adapun mencintai Rabb Subhannahu wa Ta'ala maka keadaannya tidaklah sama dengan keadaan mencin-tai selain-Nya karena tidak ada yang paling dicintai hati selain Pencipta dan Pengaturnya; Dialah sesembahannya yang diibadahi, Walinya, Rabb-nya, Pengaturnya, Pemberi rizkinya, yang mematikan dan menghidupkannya. Maka dengan mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menenteramkan hati, menghidupkan ruh, kebaikan bagi jiwa menguatkan hati dan menyinari akal dan menyenangkan
pandangan, dan menjadi kayalah batin. Maka tidak ada yang lebih nikmat dan lebih segalanya bagi hati yang bersih, bagi ruh yang baik dan bagi akal yang suci daripada mencintai Allah dan rindu untuk bertemu dengan-Nya.

Kalau hati sudah merasakan manisnya cinta kepada Allah maka hal itu tidak akan terkalahkan dengan mencintai dan menyenangi selain-Nya. Dan setiap kali bertambah kecintaannya maka akan bertambah pula penghambaan, ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan membebaskan diri dari penghambaan, ketundukan ketaatan kepada selainNya."
(Ighatsatul-Lahfan, hal 567)



ORANG-ORANG YANG DICINTAI ALLAH

Allah Subhannahu wa Ta'ala mencintai dan dicintai. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman di dalam surat Al-Ma'idah: 54, yang artinya:
"Maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah."

Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta'ala :

• Attawabun (orang-orang yang bertaubat), Al-Mutathahhirun (suka
bersuci), Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun (suka berbuat baik) Shabirun (bersabar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-
Muqsithun (berbuat adil).

• Orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan mereka satu bangunan yang kokoh.

• Orang yang berkasih-sayang,lembut kepada orang mukmin.

• Orang yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di
hadapan orang-orang kafir.

• Orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah.

• Orang yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.

• Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah wajib.


SEBAB-SEBAB UNTUK MENDAPATKAN CINTA
ALLAH


• Membaca Al-Qur'an dengan memikirkan dan memahami maknanya.

• Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.

• Selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik dengan lisan, hati maupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.

• Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala
daripada dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.

• Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat
Allah.

• Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.

• Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.

• Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di
saat Allah turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur'an , merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.

• Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para ulama dan da'i, mendengarkan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembicaraan yang baik.

• Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala. (Disadur dari kalimat mutanawwi'ah fi abwab mutafarriqah karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd oleh Abu Muhammad).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar